Menilik Revisi UU TNI Dan Polri

BALIKPAPAN – Ratusan Mahasiswa yang masuk dalam BEM SI Kerakyatan menggelar aksi demontrasi di depan Patung Kuda Wijaya Arjuna, Jakarta Pusat, pada Selasa 30 Juli 2024.

Mereka menggelar unjuk rasa tentang menolak rencana revisi UU TNI dan Polri karena dianggap mengabaikan partisipasi publik. Rabu, (31/07).

Apa saja sih isi revisi UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI dan UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri, menarik untuk kita bahas bersama.

Berbagai Rancangan Undang-Undang (RUU) di DPR menuai sorotan kalangan masyarakat sipil. Salah satu yang jadi polemik yakni RUU Perubahan UU No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri). Koordinator KontraS, Dimas Bagus Arya, menilai secara umum draft RUU Polri tidak menjawab masalah yang selama ini ada di institusi Polri. Justru banyak ketentuan dalam RUU yang berpotensi menambah masalah baru.

“Berdasarkan draft yang kami terima, RUU Kepolisian memuat sejumlah pasal yang memperluas kewenangan Kepolisian serta membuka ruang bagi perpanjangan batas usia pensiun bagi anggota Polri,” kata Dimas saat dikonfirmasi, Senin (27/5/2024).

Sama seperti RUU lain yang dikritik publik, Dimas melanjutkan proses perumusan dan pembahasan RUU Polri minim partisipasi publik secara bermakna, dan substansinya bermasalah. Dimas mencatat sedikitnya 5 hal yang penting dicermati dalam RUU Polri. Pertama, memperluas kewenangan Polri untuk juga melakukan pengamanan, pembinaan dan pengawasan terhadap ruang siber yang berpotensi menimbulkan tumpang tindih dan saling bertentangan dengan UU No. 27 Tahun 2022 Tentang Perlindungan Data Pribadi.

Kedua, RUU Kepolisian juga menambahkan pasal mengenai perluasan kewenangan untuk melakukan penyadapan, dan perluasan kepada bidang Intelijen dan Keamanan (Intelkam) Polri. Perluasan itu memberi kewenangan Polri untuk melakukan penggalangan intelijen, yang dapat menyebabkan tumpang tindih kewenangan dengan Badan Intelijen Negara dan pengaturannya kabur karena absen UU khusus terkait penyadapan.

Ketiga, RUU Kepolisian tidak memperkuat dan menegaskan posisi serta kewenangan lembaga pengawas atau oversight terhadap Polri, seperti Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas). Keempat, terkait masih diaturnya Pam Swakarsa. Kelima, bertambahnya batas usia pensiun.

Sebelumnya, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengatakan revisi terhadap UU 2/2002 dilakukan untuk menyamakan batas usia pensiun dengan penegak hukum lainnya. “Supaya semua sama di antara para penegak hukum. Ini kami kemudian juga melakukan revisi (UU Polri),” kata Dasco sebagaimana dikutip Antaranews.

Dasco menyebut revisi itu dilakukan sebab tahun 2021 lalu DPR telah merevisi UU No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI. Sebagian substansi yang direvisi mengenai usia pensiun dan usia jabatan fungsional di korps adhyaksa itu.

Lantas ada permintaan untuk merevisi UU 2/2002 dan UU No.34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Tujuannya menyamakan dengan hasil revisi UU 16/2004. “Pada waktu itu juga sudah ada permintaan melakukan revisi Undang-Undang Polri dan TNI agar dapat sama dengan Undang-Undang Kejaksaan tentang masa pensiun dan juga untuk masa berakhirnya jabatan fungsional,” ujar Dasco.

Rencana merevisi UU 2/2002 itu juga dikonfirmasi anggota Badan Legislasi DPR Guspardi Gaus. Proses revisi masuk dalam kajian yang dilakukan tim ahli Baleg DPR. Beberapa substansi yang diubah antara lain masa pensiun dan jabatan fungsional.

“Pertama memperpanjang masa pensiun. Kedua, adalah manakala ada kepolisian yang dia pindah dalam jabatan fungsional, di mana-mana kan di K/L, ASN kalau pangkatnya sudah IVA ke atas itu pensiunnya kan bisa diperpanjang kalau dia fungsional atau edukasi menjadi 65 tahun. Kalau dia eselon satu tidak fungsional pensiunnya 60 tahun,” ujar dia.

Sedangkan di TNI, mulai dari penambahan usia pensiun, jabatan sipil yang bisa diampu prajurit aktif, menghapus larangan bisnis prajurit TNI, dan memperjelas kewenangan.

Hal itu diungkap Kababinkum TNI, Laksamana Muda TNI Kresno Buntoro, dalam dengar pendapat publik RUU Perubahan TNI yang diselenggarakan Kementerian Koordinator Bidang Polhukam, Kamis (12/07/2024) beberapa waktu lalu. “Panglima TNI meminta ada penambahan beberapa Pasal dalam revisi UU TNI,” katanya.

Upaya merevisi UU 34/2004 ini sudah berlangsung beberapa kali tapi gagal. Kresno bersyukur saat ini peluang merevisi beleid yang berumur 20 tahun itu kembali terbuka. Soal usul penambahan usia pensiun, acuannya putusan MK No.62/PUU-XIX/2021 yang menyebut pengaturan TNI dan Polri diatur Pasal 30 UUD 1945 dalam kesatuan sistem pertahanan dan keamanan negara. Sehingga penetapan usia pensiun kedua lembaga itu harusnya sama.

Kresno menekankan TNI merupakan institusi yang mengedepankan rule of law, di mana semua kegiatan dan organisasi harus berlandaskan hukum. Bagaimana posisi TNI dalam menghadapi spektrum ancaman yang semakin luas. Begitu juga kepentingan nasional, misalnya ketika menghadapi persoalan di luar negeri seperti evakuasi WNI yang terjebak di Wuhan China ketika pandemi Covid-19 melanda beberapa waktu lalu.

Revisi UU 34/2004 perlu dilakukan mengingat sejak 2004 sampai sekarang banyak terbit UU dan peraturan perundangan, sehingga mengubah sejumlah hal. Seperti nomenklatur lembaga antara lain perubahan Departemen Pertahanan menjadi Kementerian Pertahanan. Panglima TNI juga menginginkan penguatan tugas TNI antara lain mengatur yang selama ini sudah dilakukan TNI. Sebab TNI adalah bagian dari komponen bangsa, maka perlu diatur hubungan kelembagaannya dalam rangka melaksanakan tugas penyelenggaraan negara.

Masyarakat sipil berharap prajurit TNI ke depan menjadi profesional. Reformasi TNI harus dituntaskan salah satunya merevisi UU No.31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. Begitu pula restrukturisasi Komando Teritorial yang dimandatkan UU 34/2004 agar pembentukannya tidak mengikuti administrasi pemerintahan karena berdampak pada kepentingan politik praktis. Terakhir prajurit TNI dan keluarganya harus sejahtera dari berbagai aspek. (ist)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *